Kamis, 24 Februari 2011

Membumikan Pengetahuan Ala Ilmuwan Muda

Profesor Habibie bernah berkata, “Orang yang pintar adalah mereka yang mampu menyederhanakan sesuatu yang rumit hingga mudah dipahami oleh orang lain”. Dengan kata lain, berdasar aksioma di atas, jika terdapat sebuah negeri yang masyarakatnya mengalami kesulitan dalam memahami referensi keilmuan, apa yang menjadi penyebabnya?

Sejatinya republik ini tidak kekurangan sumber daya profesor, pakar, ahli, ilmuwan, guru besar, intelektual, maupun maestro. Seringkali kita temui pengukuhan guru besar, poster call for papers, seminar nasional, invensi-invensi baru, beragam kompetisi ilmiah yang digelar, dan kampus yang melaksanakan wisuda sampai empat kali pertahun.

Hanya saja, para ilmuwan tersebut bak hilang entah kemana. Masyarakat non-akademis masih banyak yang belum merasakan kehadiran mereka dan pengetahuan (knowledge) yang mereka kuasai. Bisa dikatakan, selama ini masyarakat hanya menjadi sasaran iklan produk komersil, gosip sensasional selebritis, dan pemenuhan kepentingan dibalik permainan isu saja. Akibatnya, public figure dari lingkungan akademik menjadi sedikit. Masyarakat banyak yang mengidolakan dan meneladani figur-figur yang sering mereka lihat dan dengar dari media massa, yang sedikit sekali dari kalangan ilmuwan.

Disinilah urgensi menjadi ilmuwan yang membumi perlu diaktualisasikan. Dengan tujuan selain untuk mencerdaskan masyarakat melalui pemerataan pengetahuan milik para ilmuwan, juga untuk menciptakan lingkungan yang bernuansa akademik agar terpelihara motivasi masyarakat untuk selalu mencari ilmu dan melakukan riset. Tidak sedikit hasil riset yang sebetulnya dibutuhkan masyarakat tapi kurang tersosialisasikan. Dan tidak sedikit pula generasi yang semula bercita-cita menjadi profesor akhirnya berubah menjadi selebritis. Memang benar, beragamnya jenis profesi bisa sebagai ladang amal dan karya, tapi kurang baik juga apabila tidak merata dan seimbang.

Mari kita rumuskan bersama metode-metode untuk membumikan pengetahuan. Berhubung penulis masih baru dalam dunia akademik dan ingin sekali menjadi ilmuwan, maka yang berikutnya ini bisa dikatakan mimpi seorang akademisi muda yang ingin sekali membagi sedikit pengetahuannya kepada masyarakat.
  1. Memposterkan pengetahuan (khususnya hasil riset). Poster yang dikemas secara sederhana, menarik, mudah dipahami, dan merakyat akan bisa dikonsumsi oleh banyak lapisan masyarakat. Poster tersebut ditempatkan di lokasi yang sering dikunjungi masyarakat. Contohnya; pasar, masjid/musholla, kantor kelurahan, puskesmas, dan pos ronda. Kita sebut metode ini dengan civil posterization.
  2. Membuat komik edukasi (educational comic). Romi Satrio Wahono (pendiri ilmukomputer.com), dalam bukunya “Dapat Apa Sih dari Kampus” [Zip Books, 2009] menyebutkan bahwa di negara Jepang sudah banyak beredar komik edukasi. Mulai dari yang membahas pelajaran tingkat dasar sampai level perguruan tinggi. Maka tidak mengherankan jika di lorong-lorong kereta listrik (densha) dan stasiun densha (eki) di Jepang bertebaran pembaca-pembaca buku dari berbagai usia. Bacaan tersebut bisa berupa seri komik (manga) maupun buku bergambar (zukai).
  3. Mengemas pengetahuan ke dalam seri populer, baik berbentuk novel, film, maupun karya populer lainnya. Di dalam seri populer tersebut, kita menjadikan knowledge sebagai topik utama atau pelengkap demi keutuhannya. Contoh yang sudah ada diantaranya novel The Blue Nowhere yang sangat berkait dengan dunia hacking, novel Digital Fortress yang berbasis kriptografi (ilmu persandian), dan yang lainnya.
  4. Melakukan riset atau menghasilkan produk ilmiah yang merakyat. Dengan kata lain, masalah yang diangkat dalam riset sebaiknya juga yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak. Agar masyarakat bisa langsung menikmati dan mendapat bagian pemahaman dalam proses riset tersebut. Serta melaksanakan atau memakai hasil riset kita sendiri.
  5. Menjadi jurnal berjalan (walking journal). Pengetahuan yang kita dapatkan dari jurnal, buku, surat kabar maupun hasil riset kita sendiri, kita sampaikan kepada masyarakat. Walaupun berbekal ilmu komunikasi yang kurang memadai, asalkan kita ikhlas menyampaikan dan memahami yang kita sampaikan, insyaAllah sedikit-banyak lawan bicara akan mengerti.
  6. Bergabung dengan komunitas yang mempunyai goal bersama untuk menjadi sekumpulan ilmuwan yang membumi.
Metode-metode di atas ada yang bisa dijalankan secara personal maupun bekerja sama dengan orang lain. Alla kulli hal, ada hadist Rasulullah SAW yang berbunyi “Sebaik-baik manusia diantaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain [HR. Bukhori]”. Maka, mari bersama-sama menjadi ilmuwan muda yang terbaik, yaitu ilmuwan yang paling produktif berkontribusi kepada masyarakat. Harapannya, semoga kedepannya semakin banyak ilmuwan muda yang membumikan pengetahuannya, bukan malah mengebumikannya. Wallahua’lam bishshowab. []

0 comments:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More