...sungguh cacat. Aku cacat... Innalillah wa inna ilaihi rojiun.. Betapa tidak, pancainderaku ini sudah tak berfungsi sebagaimana mestinya. Aku tak mampu lagi melihat, mendengar, bergerak, membau, mendengar dan lainnya...
Gelap. Buta. Gulita. Aku tak mampu lagi melihat besar kuasaNya, indah kasihsayangNya, luas keagunganNya. Celaka aku..! Ayat-ayat semestaNya sudah tak terdengar lagi di telinga ini. Menuli dan hampa. Dunia sudah terlalu nyaring berteriak di telingaku, memekikkan gemuruhnya dan sialnya aku malah bercandu dengannya, hingga telinga ini rusak, rusak dan rusak. Nada-nada suciNya hilang, panggilanNya seakan mendengung, aku merasa senidirian dalam kesunyian. Pekat. Hidungku tersumbat, aku sulit bernafas, tersumbat yang tak sedap, legam, dan agak anyir. Hingga aku tak kuasa merasakan hadirnya aroma-aroma kehadiranNya di udara nafasku. Wewangian taman al-Huda menguap, hatiku terlalu panas, bara dendam terus menyala, parah, merah, gerah, merayuku tuk menyerah.. Lantas datang rasa pahit. Aku kemudian sangat merindu lezat, tentang sedap sajian dakwah, petuah, hikmah, hidayah, pencerah, ukhuwah, tilawah, taubah, dan ibadah sebagainya. Ah! hidangan-hidangan kotor itu terlalu sering menyentuh lidah ini, subhat, haram, hingga aku mati rasa. Sampah yang terasa sangat maknyuzzz itu, mereka yang bergoyang mesra bersama gigi-gigi nafsu ini, memang begitu..., tapi... Aduhai..segalanya menjadi tak lezat lagi. Bagaimana ini..?! Lalu aku pun tak mampu bersuara, walaupun aku takkan bisa mendengar suaraku sendiri, tapi paling tidak aku bisa bersuara, kepada Yang Maha Mendengar... Tapi, mulut ini terkunci rapat oleh rantai egoistis, kuat. Terplester dengan angkuh, lengket. Terpaku oleh kata-kata kejamku, sakit. Terjahit oleh benang-benang dengki, lidahku kaku, beku. Aku takkan mampu berteriak, memanggil, memohon, meratap, berbisik dan sekedar mendesahi dosaku.
Lumpuh, kaki-tanganku sudah tak bergerak, diam, syarafku aneh, terasa beraat..sekali dan beberapa kali dan berkali-kali, lama sekali. Inginku bergerak berlari mengejar cahaya suci, murni, fitri agung cintaNya, dan mendekap, memeluk erat jalan keselamatan dariNya. Namun, sekali lagi aku lumpuh, dan akupun menjauh. Setitik bintang di atas angkasa malam gulita sunyi jauh, mampukah aku menggapainya...? Cacat ini, noda jejak setapak ini, semoga hilang sebelum aku menghilang, semoga sembuh sebelum aku kebal dari rasa sakit, semoga membaik sebelum aku tak sempat berbuat baik, semoga terkubur sebelum aku 'nantinya' juga akan ditelan bumi. Semoga... []anu_name