BEM-F SAINTEK in action! Tadi pagi sampe siang (Sabtu - 19 Juli 2010) auditorium SAINTEK sebelah selatan ada lesehan-lesehan ilmiah (seminar yang pesertanya lesehan) bareng dua pemateri dari keduanya merupakan dosen kampus tetangga (UB), yakni pak M. Sasmito Djati dan Dr. Eng. Didik R. Santoso, M.Si. Oya, tema seminarnya kalo gak salah “....Mahasiswa Berbasis Kompetensi”
Anggep aja penulis lagi ngigau, jadi ini sama sekali bukan sejenis warta peristiwa atau yg lainnya. Karena unsur 5W + 1H-nya pasti gak sesuai kaidah.
Begini kawan, ada beberapa hal yg sepertinya perlu kita diskusikan bersama. Terkait budaya riset di kalangan mahasiswa UIN. Sempat saya kutip dua kalimat di slide pemateri, yaitu “Do not ever claim to be a scientist if not ever do research” dan “Do not ever claim to be a engineer if not ever produce something 'other' based on scientific principle”... Seperti itulah, riset/penelitian/berkarya tulis telah menjadi menu utama dalam hidup berilmu.
Tadi saya tangkap, ada tiga kiat agar kita bisa membudayakan riset,
1.Yg pertama adalah (tentu saja) membangkitkan kemauan mahasiswa sebagai calon peneliti, dari kemauan itulah akan mengalirkan semangat yg menggebu-gebu..
2.Kedua, lingkungan yang mendukung dan berbau riset. Bisa dengan bergabung suatu komunitas riset, lembaga belajar, masyarakat teknologi, lembaga penelitian dan pengembangan, dsb.
3.Tekad utk berkarya dalam bidang kompetensi kita, terus menerus berkarya dan 'ku ingin selamanya' berkarya (kata ungu)
Ketiga hal di atas akhirnya akan membentuk Knowledge Base Society yang menjadi wadah solusi bangsa dan agama kita.
Banyak sebenarnya yang dipaparkan tadi, beberapa diantaranya ttg status bangsa kita yg masih sebagai bangsa konsumen, terus juga kebangkitan intelektual “Si Mata Sipit” (bangsa Jepang, China, Korsel, Taiwan), serta juga dibahas tentang stigma negatif terhadap umat Islam (yg tentu saja keliru).
Terkait sikap kita thd dunia barat, ada dua hal yg menjadikan kita pantas menyandang status real looser, yaitu apabila accepting everything from western dan refusing everything from western.
Nah, bagaimanah jika kita akan lulus dari kampus? Bagaimanakah caranya untuk tetap mempertajam kompetensi kita?
Anggep aja penulis lagi ngigau, jadi ini sama sekali bukan sejenis warta peristiwa atau yg lainnya. Karena unsur 5W + 1H-nya pasti gak sesuai kaidah.
Begini kawan, ada beberapa hal yg sepertinya perlu kita diskusikan bersama. Terkait budaya riset di kalangan mahasiswa UIN. Sempat saya kutip dua kalimat di slide pemateri, yaitu “Do not ever claim to be a scientist if not ever do research” dan “Do not ever claim to be a engineer if not ever produce something 'other' based on scientific principle”... Seperti itulah, riset/penelitian/berkarya tulis telah menjadi menu utama dalam hidup berilmu.
Tadi saya tangkap, ada tiga kiat agar kita bisa membudayakan riset,
1.Yg pertama adalah (tentu saja) membangkitkan kemauan mahasiswa sebagai calon peneliti, dari kemauan itulah akan mengalirkan semangat yg menggebu-gebu..
2.Kedua, lingkungan yang mendukung dan berbau riset. Bisa dengan bergabung suatu komunitas riset, lembaga belajar, masyarakat teknologi, lembaga penelitian dan pengembangan, dsb.
3.Tekad utk berkarya dalam bidang kompetensi kita, terus menerus berkarya dan 'ku ingin selamanya' berkarya (kata ungu)
Ketiga hal di atas akhirnya akan membentuk Knowledge Base Society yang menjadi wadah solusi bangsa dan agama kita.
Banyak sebenarnya yang dipaparkan tadi, beberapa diantaranya ttg status bangsa kita yg masih sebagai bangsa konsumen, terus juga kebangkitan intelektual “Si Mata Sipit” (bangsa Jepang, China, Korsel, Taiwan), serta juga dibahas tentang stigma negatif terhadap umat Islam (yg tentu saja keliru).
Terkait sikap kita thd dunia barat, ada dua hal yg menjadikan kita pantas menyandang status real looser, yaitu apabila accepting everything from western dan refusing everything from western.
Nah, bagaimanah jika kita akan lulus dari kampus? Bagaimanakah caranya untuk tetap mempertajam kompetensi kita?